Top
    blamakassar@kemenag.go.id
(0411) 452952

Revitalisasi Peran Dan Fungsi Lembaga Kelitbangan Di Masa Transisi

Senin, 25 April 2022
Kategori: Artikel Ilmiah
65 kali dibaca

Oleh: Zakiah dan Rita Sukma Dewi

A. Latar Belakang

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 346 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, menjelaskan bahwa Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Terdapat tiga UPT kelitbangan, yaitu BLA Semarang, BLA Jakarta dan BLA Makassar. Ketiga UPT kelitbangan dalam struktur organisasinya, berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Berdasarkan struktur sebagaimana dimaksud di atas, tugas dan fungsi dari BLA adalah melaksanakan sebagian dari tugas dan fungsi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Secara spesifik, tugas dan fungsi yang menjadi tanggungjawab dari BLA adalah melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang agama dan keagamaan pada wilayah kerja yang telah diatur dalam KMA Nomor 346 Tahun 2004. Wilayah kerja BLA Semarang yaitu: Propinsi Jawa Tengah; Daerah Istimewa Yogyakarta; Propinsi Jawa Timur: Propinsi Bali; Propinsi Nusa Tenggara Barat; Propinsi Nusa Tenggara Timur; Propinsi Kalimantan Tengah; Propinsi Kalimantan Barat; dan Propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah kerja BLA Jakarta adalah provinsi DKI Jakarta, jawa Barat, Banten, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Sumatra Utara dan Nangroe Aceh Darussalam. Sedangkan wilayah kerja BLA Makassar adalah wilayah Indonesia Timur yaitu: Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Balai Litbang Agama menjalankan tugas dan fungsinya untuk memenuhi salah satu dari 5 (lima) outcome yang dimuat dalam Renstra Badan Litbang dan Diklat Tahun 2015-2019, yaitu ”meningkatnya pemanfaatan data dan informasi serta bahan kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan”. Berdasarkan dokumen Renstra tersebut, Badan Litbang dan Diklat berkewajiban untuk menyediakan data dan informasi sebagai bahan kebijakan bagi stakeholder  di bidang agama dan keagamaan. Tidak hanya menyediakan bahan rekomendasi kebijakan, tetapi juga berkewajiban untuk memastikan peningkatan pemanfaatan produk kelitbangan oleh lembaga/instansi lain maupun masyarakat. Kewajiban tersebut kemudian didistribusikan kepada seluruh unit kelitbangan baik puslitbang maupun BLA.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional telah mengamanatkan peleburan Lembaga riset di lingkungan kementerian/lembaga ke Lembaga baru yang Bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional. Kebijakan ini berdampak pada Balai Litbang Agama yang tugas dan fungsinya melakukan penelitian dan pengembangan. Peleburan semakin sempurna dengan beralih tugasnya para peneliti menjadi pegawai BRIN per tanggal 3 Januari 2022. Namun demikian, tidak semua tenaga peneliti beralih. Terdapat beberapa peneliti dan calon peneliti yang memilih untuk tetap bergabung di Kemenag.

Meskipun para peneliti telah beralih ke BRIN, namun demikian eksistensi Balai Litbang Agama tidak serta merta hilang. Lembaga ini masih tetap menjalankan aktivitas organisasi. Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Agama, Dr. Nuruddin dalam kesempatan pertemuan tiga Balai Litbang Agama yang diselenggarakan November 2021 menyampaikan bahwa selama Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama belum terbit, maka seluruh satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama tetap menjalankan organisasinya sebagaimana biasa.

Terdapat potensi permasalahan yang terjadi ketika Balai Litbang Agama tetap menjalankan organisasi namun tidak lagi diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Naskah ini disusun untuk menyajikan alternatif kegiatan yang dapat dikontribusikan oleh BLA dalam menunjang kinerja Kementerian Agama

B. Metodologi Penulisan

Naskah disusun dengan menganalisis berbagai peraturan yang terkait dengan kelembagaan lembaga riset pada kementerian/lembaga. Selain itu kajian diperkuat dengan melakukan analisis eksistensi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga baru yang memiliki kewenangan dalam pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap).

Untuk memperkuat argumentasi rekomendasi yang diberikan, berbagai kebijakan serta prioritas Kementerian Agama yang telah ditetapkan menjadi salah satu sumber analisis. Selain itu, rekomendasi disusun berdasarkan kondisi eksisting baik potensi maupun permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan kebijakan yang menjadi prioritas Kementerian Agama.

C. Pembahasan dan Analisis Masalah

  1. Litbangjirap dan Lembaga Riset Kementerian/Lembaga

Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 telah mengamanatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi satu-satunya lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan kegiatan Litbangjirap. Kebijakan ini mengamanatkan kepada seluruh satuan kerja dibawah lembaga/kementerian yang memiliki fungsi litbangjirap melebur menjadi satu dibawah naungan BRIN. Dalam perpres tersebut dinyatakan bahwa seluruh pegawai, aset maupun anggaran harus bergabung ke BRIN paling lambat Desember tahun 2022.

Namun demikian, dalam implementasinya, terdapat diversifikasi kebijakan peleburan pada masing-masing K/L. terdapat kementerian dan lembaga yang menyerahkan seluruh aset, pegawai dan anggaran kepada BRIN. Terdapat pula kementerian/lembaga yang masih melakukan negosiasi dengan BRIN untuk mencari formulasi terbaik dalam rangka peleburan. Kementerian Agama sendiri mengambil kebijakan bahwa hanya anggaran dan tenaga fungsional yang terkait dengan pelaksanaan litbangjirap (peneliti dan litkayasa) yang diperkenankan bergabung bersama BRIN. Para pegawai yang lain beserta aset, tetap dipertahankan oleh Kementerian Agama.

Dalam berbagai kesempatan, para pejabat Kementerian Agama menyampaikan bahwa berdasarkan draft Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kementerian Agama yang sedang diajukan persetujuan presiden, lembaga eks kelitbangan akan bertransformasi menjadi lembaga yang menjalankan tugas dan fungsi baru mendukung kesuksesan program moderasi beragama.

Kebijakan ini berdampak pada eksistensi Balai Litbang Agama. Sebagai lembaga yang pada walnya memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian dan pengembangan, dengan bergabungnya para peneliti ke BRIN serta kebijakan larangan kementerian dan lembaga melaksanakan kegiatan litbangjirap, maka secara praktis lembaga ini tidak lagi dapat menjalankan kegiatan utamanya. Namun demikian, upaya Kementerian Agama yang akan mentransformasi eks lembaga kelitbangan menjadi lembaga baru juga memberikan secercah harapan bahwa Balai Litbang Agama tidak akan bubar. Lembaga ini hanya akan bertransformasi menjadi nama baru dengan tugas yang baru pula.

Kepastian eksistensi Balai Litbang Agama saat ini bergantung pada kepastian SOTK yang resmi. Jika draft SOTK yang diajukan mendapat persetujuan oleh Presiden, maka lembaga ini hanya perlu bertransformasi melaksanakan tugsa dan fungsinya yang baru. Namun demikian, jika ternyata presiden belum menyetujui, maka nasib lembaga ini menunggu strategi lanjutan yang akan dijalankan oleh Kementerian Agama. Selama menunggu kepastian tersebut, lembaga ini masih menjalankan aktivitas organisasi minus pelaksanaan penelitian dan pengembangan.

  1. Moderasi Beragama sebagai Prioritas Kementerian Agama

Dalam berbagai forum strategis, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa dibawah kepemimpinannya, Kementerian Agama menjalankan tujuh program prioritas. Ketujuh program ini adalah moderasi beragama, transformasi digital, revitalisasi KUA, Cyber Islamic University (CIU), kemandirian pesantren, Tahun Toleransi 2022, dan Religiosity Index (RI).

Penguatan Moderasi Beragama merupakan program yang dirintis oleh Menteri Agama era Lukman Hakim Syaifudin dan dilanjutkan oleh menteri agama sesudahnya, termasuk Yaqut Cholil Qoumas. Program ini merupakan respon atas maraknya paham-paham keagamaan intoleran yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Penguatan moderasi beragama berarti pengarusutamaan paham keagamaan moderat yang menghargai adanya perbedaan pemahaman, keyakinan dan budaya.

2. Kondisi Eksisting Kebijakan Moderasi Beragama di Lingkungan Kementerian Agama

Meskipun menjadi salah satu pogram prioritas, implementasi kebijakan pelaksanaan moderasi beragama di lingkungan Kementerian Agama belum dikelola secara profesional. Kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya program ini masih dilaksanakan secara sporadis oleh berbagai satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama. Belum ada manajemen pengelolaan kegiatan yang disusun secara rapi dan sistematis.

Dalam salah satu forum yang dihadiri oleh para perencana Kementerian Agama, Ida Nur Qosim, perencana ahli madya yang menjabat sebagai koordinator koordinator perencanaan pada Biro Perencanaan menyampaikan berbagai kendala dalam pengelolaan kegiatan yang mendukung program moderasi beragama. Disampaikanya bahwa sampai saat ini pengelolaan penguatan moderasi beragama masih dilaksanakan secara sporadis tanpa adanya manajemen pengelolaan yang baik. Dalam hal pengelolaan, belum ada satker yang ditunjuk sebagai leader yang bisa mengorkestrasi kegiatan moderasi beragama.

Dalam konteks inilah, keinginan Menteri Agama yang akan mengalihfungsikan lembaga penelitian dan pengembangan menjadi lembaga yang berkonsentrasi dalam penguatan moderasi beragama menemukan relevansinya. Lembaga baru yang sedang dipersiapkan ini diharapkan dapat menjadi leader dalam pengelolaan program moderasi beragama.

3. Strategi dalam Mensukseskan Program Moderasi Beragama

Sebagai sebuah ide baru yang lahir atas keprihatinan adanya pemahaman keagamaan yang eksklusif, moderasi beragama memerlukan intensifikasi dan ekstensifikasi penetrasi pemahaman keagamaan. Intensifikasi dapat dilaksanakan dengan menyelenggarakan kampanye moderasi beragama secara massif dan terstruktur.

Intensifikasi dapat dilaksanakan oleh seluruh stakeholder di lingkungan Kementerian Agama sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pada kantor Kementerian Agama, intensifikasi dapat dilakukan oleh para penyuluh yang menjadikan moderasi beragama sebagai materi utama pembinaan masyarakat. Para guru dan dosen dapat menjadikan materi moderasi sebagai materi tambahan yang disampaikan kepada siswa dan mahasiswa disela-sela pengajaran. Peran senada juga dapat dilakukan oleh seluruh civitas Kementerian Agama dalam berbagai peran dan jabatannya.

Ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas jangkauan objek sasaran penerima materi moderasi beragama. Tidak hanya kalangan internal umat beragama, penguatan moderasi beragama juga perlu disampaikan kepada seluruh elemen umat beragama. Pada prinsipnya, seluruh kalangan merupakan pihak yang layak danperlu untuk mendapatkan pemahaman keagamaan moderat.

D. Kesimpulan

Terdapat dua kondisi yang jika dicermati secara seksama, memiliki tautan yang dapat saling menguatkan. Di satu sisi, lembaga kelitbangan di lingkungan Kementerian Agama pada saat ini tidak lagi memiliki beban berat menjalankan fungsi litbangjirap. Disisi lain, penguatan moderasi beragama memerlukan keterlibatan seluruh pihak.

Lembaga kelitbangan, termasuk Balai Litbang Agama, meskipun secara tugas dan fungsi tidak lagi dapat melaksanakan tugas utamanya, namun secara kelembagaan masih tetap eksis. Bahkan sebagaimana disampaikan, bahwa proyeksi Menteri Agama terhadap lembaga ini adalah menjadi lembaga (badan/balai) yang mengemban amanah pelaksanaan program moderasi beragama. Kondisi ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Kementerian Agama selama masa tyransisi ini untuk menjadi salah satu satker penggerak dalam kampanye pemahaman keagamaan yang moderat.

Nilai lebih lain pemanfaatan eks lembaga kelitbangan dalam penguatan moderasi beragama adalah adanya produk hasil penelitian dan pengembangan yang telah dihasilkan. Selama lebih dari lima tahun terakhir, berbagai penelitian dengan tema moderasi beragama telah menghasilkan banyak rekomendasi. Diseminasi atas hasil penelitian ini kepada kalangan masyarakat luas dapat memberikan nilai tambah dalam penguatan moderasi beragama berbasis riset.

Berbagai produk pengembangan baik dalam bentuk buku model, modul, pedoman maupun produk digital bertemakan moderasi beragama juga layak menjadi salah satu bahan referensi dalam penguatan moderasi beragama. Secara substantif, eks lembaga kelitbangan memiliki kesiapan yang cukup, secara teknis, para pegawai yang masih bertahan pada lembaga kelitbangan juga dapat dimanfaatkan sebagai garda terdepan dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi penguatan pemahaman keagamaan yang moderat.

Hanya diperlukan satu langkah lanjutan mewujudkan partisipasi eks lembaga kelitbangan dalam program penguatan moderasi beragama. Langkah tersebut adalah dukungan pendanaan serta dukungan kebijakan pimpinan. Dalam konteks kebijakan, pelaksanaan partisipasi eks lembaga kelitbangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan arsitektur anggaran yang telah tersedia pada aplikasi krisna. Dalam konteks dukungan penganggaran, kebijakan pimpinan untuk mengalihkan sebagian anggaran yang dikelola untuk pengarusutamaan moderasi beragama dinilai bukanlah perkara yang sulit untuk direalisasikan.

E. Rekomendasi

Berdasarkan uraian diatas, dapat direkomendasikan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama sebagai berikut:

  1. Melakukan konsolidasi dan koordinasi denga neks Lembaga kelitbangan baik pusat dan daerah untuk memantapkan Langkah penguatan moderasi beragama berbasis hasil riset.
  2. Mengambil kebijakan agar eks lembaga kelitbangan dapat dilibatkan dalam program penguatan moderasi beragama melalui berbagai kegiatan seminar, sosialisasi, FGD and kegiatan lain yang secara substantif dan administrative dapat dilakukan.
  3. Mengalihkan Sebagian anggaran yang dimiliki oleh Badan Litban dan Diklat untuk mendukung pelaksanaan program penguatan moderasi beragama. (*)

 

Penulis :

Editor :

Sumber :


Berita Terkait

ARSIP